BEST CLASS E/KP/07

BEST CLASS E/KP/07

Selasa, 29 Juni 2010

Caries Gigi

Anistiana Prasetyaningsih
04.07.1746
E/KP/VI

A. Pengertian Caries Gigi
Caries gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum) yang bersifat kronik progresif dan disebabkan aktivitas jasad renik yang dapat diragikan. Ditandai dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya (Mansjoer dkk, 2000 : 51).
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang di tandai dengan kerusakan jaringan, di mulai dari permukaan gigi meluas kearah pulpa (Tarigan, 1993 : 1).
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar gigi yang dapat dicegah (Angela, 2005: 130).

B. Anatomi Gigi
1. Bentuk
Bentuk gigi berbeda-beda sesuai dengan fungsinya. Fungsi gigi antara lain adalah :
a. Gigi seri untuk memotong makanan
b. Gigi taring gunanya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat
c. Gigi geraham gunanya untuk mengunyah makan yang sudah di potong-potong (Syaifuddin, 1997 : 76).
2. Susunan Gigi
Gigi terdiri dari berbagai macam susunan. Menurut Darmawan (2007:18) susunan gigi terdiri atas:
a. Email
Zat lapisan luar yang sangat tebal, yang terdiri dari mineral kalsium dan fosfat dan mineral tersubut bersifat untuk menguatkan gigi dari perapuhan.
b. Dentin
Zat bagian dalam gigi dan merupakan bagian terbesar gigi. Sifat fisik lebih lembut dari email, sehingga membusuk lebih cepat dan menjadi sasaran lubang yang hebat bila tidak di rawat dengan baik. Dentin berfungsi sebagai lapisan protektif dan menyokong mahkota gigi.
c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian ke-tiga. Pulpa adalah Inti atau pusat gigi yang berisi saraf dan pembuluh darah.
d. Sementum
Sementum merupakan sebuah lapisan yang berada mengelilingi akar gigi.
e. Periodontal Ligamen
Periodontal Ligamen berfungsi mensuport gusi dan melekatkan zat sementum pada tulang.
f. Bone ( Tulang)
Bone ( Tulang ) berfungsi melekatkan dan menunjang gigi ke dalam rahang.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000 : 151-153) Faktor-faktor yang mempengaruhi caries gigi adalah:
1. Bakteri
Ada tiga jenis bakteri yang sering mengakibatkan caries gigi. Ketiga bakteri tersebut antara lain yaitu :
a. Laktobasilus
Populasinya biasanya di pengaruhi oleh kebiasaan makan. Tempat yang paling di sukai adalah lesi dentin yang dalam.
b. Streptokokus
Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama caries dan jumlahnya terbanyak di dalam mulut. Salah satu spesiesnya, yaitu streptococcus mutans, lebih asidurik dibandingkan yang lain dapat menurunkan pH medium hingga 4,3. Streptococcus mutans terdapat pada populasi yang banyak mengkonsumsi sukrosa.
c. Aktinomises
Semua spesies Aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk asam laktat, asetat, suksinat, dan asam format. Actinomices viscosus dan A. naeslundii mampu membentuk karies akar, fisur, dan merusak periodontonium.
2. Karbohidrat Makanan
Karbohidrat menyediakan substrat untuk sintesa asam dan polisakarida ekstrasel bagi bakteri. Karbohidrat sederhana akan meresap kedalam plak dan di metabolisme dengan cepat oleh bakteri. Untuk kembali ke pH normal di butuhkan waktu 30-60 menit.
Karena sintesa polisakarida ekstrasel dari mukosa lebih cepat dari pada glukosa, fruktosa, dan laktosa, maka sukrosa bersifat paling kariogenik, dan karena paling banyak di konsumsi.
3. Kerentanan Permukaan Gigi
a. Morfologi Gigi
Daerah gigi di mana mudah terjadi plak sangat mungkin di serang karies. Gambaran morfologi yang sering di anggap penyebab caries adalah fisura oklusal yang sempit dan dalam, lekukan pipi, atau lidah. Fisura-fisura tersebut cenderung menjadi perangkap untuk makanan dan bakteri, terutama pada dasar fisura.
b. Lingkungan Gigi
Gigi selalu dibasahi saliva secara normal. Jumlah dan isi saliva, derajat keasaman, kekentalan, dan kemampuan buffer berpengaruh pada caries. Saliva mampu meremineralisasi karies dini karena mengandung ion kalsium (ca) dan fosfat (p). Kemampuan ini meningkat bila terdapat ion flour. Saliva juga mempengaruhi pH dan komposisi mikroorganisme dalam plak.
c. Posisi Gigi
Gigi malaligned, posisi keluar, rotasi, atau situasi tak normal lain, menyebabkan kesulitan pembersihan dan cenderung membuat makanan dan debris terakumulasi.
4. Waktu
Kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama proses caries, menandakan bahwa proses tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti, sehingga bila saliva berada di dalam lingkungan gigi, maka caries tidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.

D. Bentuk-Bentuk Caries Gigi
1. Berdasarkan Cara Meluasnya Caries Gigi
a. Penetrierende caries
Caries yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasannya secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.
b. Unterminirende karies
Caries yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas kea rah samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.
2. Berdasarkan Stadium Caries (dalamnya karies gigi)
a. Karies Superficialis
Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.
b. Karies Media
Dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
c. Karies Profunda
Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Caries profunda ini dapat di bagi atas:
1) Karies Profunda Stadium I
Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum di jumpai
2) Karies Profunda Stadium II
Masih di jumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa.
3) Karies Profunda Stadium III
Pulpa telah terbuka. Dijumpai bermacam-macam radang pulpa (Tarigan, 1993 : 40-42).

E. Patofisiologi Caries Gigi
Caries gigi berhubungan dengan permukaan gigi, diet karbohidrat dan bakteri mulut spesifik. Proses pembusukan dimulai dengan demineralisasi permukaan luar gigi, karena berbentuk asam organik selama fermentasi bakteri diet karbohidrat. Lesi yang baru mulai, mula-mula nampak seperti titik putih yang buram, dengan hilangnya jaringan gigi secara progresif, terjadilah rongga.
Bakteri yang berpengaruh dalam caries gigi adalah Streptococuk Mutans. Bakteri ini mulai pada sebagian besar caries gigi pada permukaan email. Apabila email berlubang, bakteri mulut lainnya (terutama Lactobasilus) menerobos ke dentin di bawahnya dan menyebabkan penghancuran struktur gigi yang lebih lanjut melalui infeksi bakteri campuran (Behrman. 1999 : 1285).

F. Pencegahan Caries Gigi
Kesehatan gigi harus di tekankan pada anak-anak sejak kecil agar dapat belajar menggosok gigi mereka dengan baik dan benar. Gerakan yang benar adalah gerakan naik turun, sisi dalam dan luar, sesudah makan dan sebelum pergi tidur. Setiap tapal atau serbuk gosok gigi yang manapun dapat digunakan. Jajan dan gula-gula jangan dimakan di antara waktu makan, atau menjelang tidur. Hal ini merupakan sumber penyakit gigi yang lazim.
Pertumbuhan gigi, baik yang sementara maupun yang tetap, harus di awasi. Kunjungan teratur pada dokter gigi penting. Kalau dapat setiap bulan, atau sedikitnya 4 sampai 6 bulan. Tidak adanya rasa sakit bukan berarti tidak ada penyakit atau karies gigi. Pada masa remaja kunjungan ke dokter dapat dikurangi (Pearce, 2002 : 180).
Tindakan pencegahan adalah suatu bentuk prosedur pencegahan yang dilakukan sebelum gejala klinik dari suatu penyakit timbul (Angela,2005:3).
Tindakan pencegahan yang paling efektif terhadap karies gigi adalah pemberian florida dan menggosok gigi. Selain itu hal-hal yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi kebiasaan gigi
Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan caries.
2. Pendidikan kesehatan gigi
Pendidikan kesehatan gigi mengenai kenersihan mulut, diet dan konsumsi gula dan kunjungan berkala ke dokter gigi lebih di tekankan pada anak yang berisiko caries tinggi. Informasi ini harus menimbulkan motivasi dan tanggung jawab anak untuk menjaga kesehatan mululnya.
3. Kebersihan Mulut
Kebersihan perorangan terdiri dari pembersihan gigi yang baik. Kebersihan mulut yang baik di perlukan untuk meminimalisir penyebab penyakit mulut dan membuang plak gigi. Penyikatan gigi, flossing disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan di tekankan pada anak segala umur.
4. Pengaturan makanan
Untuk kesehatan gigi, pengaturan konsumsi gula paling di perhatikan. Gula yang tersisa pada mulut dapat memproduksi asam oleh bakteri (Angela,2005 : 132-133).
5. Tambalan gigi
Tambalan adalah lapisan plastik yang secara professional digunakan untuk permukaan oklusal gigi posterior(Behrman, dkk, 1999 : 1287).
6. Tindakan Pencegahan lainnya
Terapi flourida dapat menjadi pilihan untuk mencegah caries. Cara ini telah terbukti menurunkan kasus caries gigi. Flourida sering di tambahkan pada pasta gigi dan cairan pembersih mulut (Wikipedia Indonesia, 2007 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/karies gigi).

Minggu, 27 Juni 2010

TETANUS

TETANUS

Yohana Dewi Maryani
04.07.1827
E/kp/6
PENGERTIAN
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani. yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostridiumTetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
PATOFISIOLOGI
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berpoliferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
1. Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng pisau, cangkul dan lain-lain.
2. Luka karena kecelakaan kerja, (kena parang) kecelakaan lalu-lintas
3. Luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga, tonsil
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu silindrik ke SSP. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin spesifik.
FAKTOR PREDISPOSISI
• Umur tua atau anak-anak
• Luka yang dalam dan kotor
• Belum terimunisasi
TANDA DAN GEJALA:
• Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2 - 21 hari
• Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
• Kesukaran membuka mulut (trismus)
• Kaku-kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
• Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
GAMBARAN UMUM YANG KHAS PADA TETANUS
1. Badan kaku dengan epistotonus
2. Tungkai dalam ekstensi
3. Lengan kaku dan tangan mengepal
4. Biasanya kesadaran tetap baik
5. Serangan timbul paroksismal dan dapat dicetuskan oleh karena :
• Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
• Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi : aspiksia, sianosis, retensi urin, fraktur vertrebralis (pada anak-anak), demam ringan (stadium akhir), pada saat kejang suhu dapat naik 2 - 4 derajat celsius dari normal, diaphoresis, takikardi, sulit menelan.
PROGNOSA
Sangat buruk bila : ada OMP (otitis Media Purulen), Luka pada kulit kepala
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosa didasarkan pada : Riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
Laboratorium : Leukositosis ringan, peninggian tekanan cairan otak, deteksi kuman sulit.
PENATALAKSANAAN
1. Tetanus merupakan keadaan darurat, pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
2. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000 - 6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka (tidak boleh diberikan melalui IV)
3. Debridemant luka, biarkan luka terbuka
4. Penanggulangan kekejangan : isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemberian obat penenang.
5. Pemberian Penisilin G cair 10 - 20 juta iu (dosis terbagi) dapat diganti tetraciklin/Klindamisin untuk membunuh kolistrida vegetatif
6. Problema pernapasan : Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu
7. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
8. Diit TKTP melalui oral/sonde/parenteral
DIAGNOSA PERAWATAN

DIAGNOSA
1. Kebersihan jalan napas tidak efektif sehubungan dengan penumpukan sputum pada trakhea, dan spasme otot-otot pernapasan


2. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan jalan napas terganggu akibat spasme otot-oto pernapasan







3. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang



4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan sehubungan dengan kekakuan otot-otot pengunyah

5. Gangguan Hubungan interpersonal sehubungan dengan kesulitan bicara


6. Potensial terjadinya gangguan keseimbangan cairan sehubungan dengan kesulitan menelan



7. Gangguan integritas kulit


8. Kurangnya pengetahuan pasien akan penyakitnya: roses pencetus, penanggulangan sehubungan dengan kurangnya informasi



9. Gangguan rasa nyaman: kurang istirahat sehubungan dengan seringnya kejang-kejang INTERVENSI
• Atur posisi tubuh pasien
• Bantu mengeluarkan lendir (suction bila perlu)
• Pemberian cairan yang adekuat
• Beri oksigen bila perlu

• Monitor irama pernapasan dan respiratori rate
• Observasi adanya tanda-tanda sianosis
• Monitor suhu tubuh
• Kaji tingkat kesadaran
• Atur posisi : luruskan jalan nafas
• Pemberian oksigen kalau perlu
• Kolaborasi : monitor Astrup

• Bantu semua kebutuhan pasien
• Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
• Cegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring yang lama

• Pasang selang NGT (bilaperlu)
• Berikan makanan sesuai anjuran ahli gizi


• Ciptakan hubungan yang harmonis
• Ajarkan cara menjawab bila ditawarkan sesuatu

• Pemberian cairan yang adekuat (NGT/parenteral)
• Kaji turgor kulit:kelembaban suhu tubuh
• Monitor intek dan output

• Bersihkan luka biarkan terbuka
• Kolaborasi: antibiotika dan roboransia

• Kaji tingkat pengetahuan pasien
• Berikan pendidikan kesehatan sesuaikan tingkat pengetahuan
• Evaluasi hasil pendidikan yang telah diberikan

• Beri pengertian tentang proses penyakit dan keadaan yang timbul
• Beri suasana yang tenang atau sedikit rangsang
• Kolaborasi: Diazepam dan valium

OSTEOPOROSIS

OSTEOPOROSIS

Falensia mariani
04.07.1753
E/KP/VI

I. PENGERTIAN
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal
Osteoporosis adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan dari total massa tulang

II. ETIOLOGI
a. Usia : > 40 tahun
b. Genetik
c. Mekanis : immobilitas
d. Makanan : defisit kalsium, protein, konsumsi cafein dan alkohol berlebih
e. Hormon : estrogen

III. KLASIFIKASI
Osteoporosis dibagi menjadi :
1. Osteoporosis primer adalah keadaan umum/biasa terjadi dan bukan keadaan patologis (alami)
a. Osteoporosis tipe I (Post menopause)
Terjadi pada wanita post menopause (dengan usia 55 – 65 th)
b. Osteoporosis tipe II (snile)
Terjadi pada usia > 65 th, terjadi pada laki-laki dan perempuan tetapi 2 X lebih sering pada wanita
2. Osteoporosis skunder adalah terjadi akibat pengobatan (misal : hipertiroidisme) atau pengobatan yang lama (kortikosteroid).


IV. PATOFISIOLOGI
Usia Defisit Ca Immobilisasi Hormon Estrogen

PTH

Fungsi Osteoblas Osteoklas

Pembentukan tulang Resorbsi Ca tulang


Demineralisasi tulang

Penurunan massa tulang

Pengeroposan tulang

Tulang rapuh / Osteoporosis

Kelemahan






V. PENGKAJIAN
1. Identitas
Sering terjadi pada wanita, ras putih, usia > 40 tahun, pekerja berat
2. Keluhan utama
Adanya nyeri yang timbul secara mendadak dan hebat pada daerah yang terkena dan akan bertambah nyeri bila dipergunakan untuk beraktivitas atau bergerak. Nyeri berkurang apabila dipergunakan untuk beristirahat.
3. Pola nutrisi
- Adanya riwayat defisit intake kalsium dan protein
- Adanya riwayat perokok, peminum alkohol dan kopi.
4. Pola eliminasi
Adanya keluhan konstipasi
5. Pola seksual
Sering terjadi pada wanita yang memasuki masa menopause karena penurunan hormon estrogen.
6. Pola aktivitas / istirahat
Adanya keterbatasan pergerakan dan kelemahan.
7. Psikologi
Adanya perasaan cemas dan takut untuk beraktivitas
8. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Adanya deformitas vertebra torakalis (kifosis) yang mengakibatkan keluhan penurunan tinggi badan.
9. Pola sirkulasi
Peningkatan kerja jantung diikuti peningkatan nadi
10. Pola interaksi sosial
Gangguan body image karena keterbatasan pergerakan fisik dan perubahan fisik
11. Pola aman nyaman
Adanya nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan timbul secara mendadak dan hebat.
12. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya reabsorbsi tulang
- Mengukur kadar kalsium dan air kemih puasa dibagi dengan kreatinin
- Mengukur kadar hidroksin – prolin dalam air kemih puasa dibagi dengan kreatinin.
b. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya bentuk tulang
- Mengukur kadar fosfatase alkali serum
- Mengukur Bone-gla-protein plasma (Osteokalium)
c. Pemeriksaan radiologi : MRI, dan X ray tulang

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera sehubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh.
2. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan penurunan tonus otot dan nyeri
3. Nyeri sehubungan dengan efek dari adanya fraktur

VII. INTERVENSI
Dx I : Resiko tinggi cedera sehubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh.
Tujuan : Klien terbebas dari cedera atau trauma
Kriteria hasil : setelah dilakukan intervensi klien dapat :
- Mencegah terjadinya jatuh atau fraktur
- Terhindar dari aktivitas yang dapat menimbulkan jatuh atau fraktur
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang aman (untuk klien rumah sakit):
- Anjurkan klien untuk menggunakan sandal anti selip
- Hindarkan lantai dari peralatan yang berserakan yang dapat menyebabkan jatuh/tersandung.
- Sediakan tempat tidur yang rendah
- Berikan penerangan yang lebih
- Letakkan keperluan sehari dekat dengan tempat tidur yang mudah dicapai (misal : air minum)
- Sediakan pegangan tangan pada kamar mandi
R : Menciptakan lingkungan yang aman, bebas dari kemungkinan jatuh atau cedera.
2. Dukung utnuk melakukan ambulasi sesuai kemampuan :
- Kaji adanya kebutuhan tongkat dan walker
- Konsultasi dengan ahli fisioterapi
- Anjurkan klien untuk minta bantuan bila perlu
- Anjurkan klien untuk tidak langsung berdiri setelah bangun tidur.
R : Memberikan bantuan klien berambulasi mencegah terjadinya kecelakaan.
3. Bantu klien dalam mencegah kecelakaan ketika melakukan ADL (misal : terbentur pagar, pintu)
R : Benturan keras bisa mengakibatkan fraktur tulang
4. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat benda berat. Dan apabila dalam posisi jongkok, kembali ke posisi berdiri dengan pelan-pelan.
R : Pergerakan tubuh yang cepat dapat menyebabkan penekanan tulang
5. Amati efek samping penggunaan obat pada klien
R : Obat-obatan seperti : diuretik, penotiasid dapat menyebabkan pusing, lemah sehingga memungkinkan klien jatuh.
6. Beri pengetahuan klien tentang diet dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut
- Anjurkan klien untuk makan makanan yang mengandung kalsium
- Anjurkan klien untuk mengurangi dan menghindari pemasukan kafein.
R : Diet kalsium untuk mempertahankan kadar kalsium dalam serum. Terlalu banyak kafein dapat menambah pengeluaran kalsium dalam urine.
7. Beritahu klien tentang pengaruh rokok terhadap pembentukan tulang.
R : Rokok dapat menyebabkan asidosis, yang mana asidosis meningkatkan resorbsi tulang.
Dx II : Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan penurunan tonus otot dan nyeri
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Kriteria hasil : setelah dilakukan intervensi klien dapat :
- Klien dapat melakukan mobilitas dengan melakukan ADL sendiri
Intervensi :
1. Konsultasi dengan ahli fisioterapi dalam mempertimbangkan program aktivitas untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
- Kaji kebutuhan aktivitas klien
- Beritahu klien untuk aktivitas yang tidak boleh dilakukan
- Ajarkan pada klien tentang pentingnya exercise
R : Exercise dapat meningkatkan kekuatan tulang, tonus otot dan merangsang sirkulasi darah pada tulang dan jaringan otot.
2. Kaji kemampuan klien dalam aktivitas yang dapat dilakukan secara mandiri
R : Nyeri dan penurunan tonus otot dapat membatasi klien dalam aktivitas secara mandiri, terutama setelah fraktur.
3. Kaji apakah perlu bantuan utnuk melakukan ADL, kolaborasi dengan ahli fisioterapi
R : Memberi kesempatan klien untuk melakukan aktivitas mandiri

Dx III : Nyeri sehubungan dengan efek dari adanya fraktur
Tujuan : Klien terbebas dari nyeri
Kriteria hasil : Setelah dilakukan intervensi klien dapat :
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Mengatasi nyeri secara mandiri
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
R : Ambang nyeri dari tiap individu berbeda
2. Ajarkan klien utnuk melakukan relaksasi
R : Nyeri berkurang dengan mengalihkan perhatian klien
3. Berikan kompres hangat pada daerah nyeri
R : Kompres hangat meningkatkan sirkulasi darah pada daerah nyeri dan meringankan spasme otot.
4. Pantau adanya tanda dan gejala fraktur
R : Deteksi dini adanya fraktur
5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R : Untuk mengurangi nyeri sesuai advis dokter

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian Kalsium Karbonat
- Berikan sebelum makan dan menjelang tidur serta anjurkan banyak minum air putih
R : Kalsium pada keadaan lambung kosong dapat mengakibatkan iritasi dan kalsium bereaksi cepat pada saat imobilisasi. Serta banyak minum mencegah batu ginjal
- Kaji adanya hiperkalsemi
R : Hiperkalsemi meningkatkan resiko batu ginjal
2. Pemberian Estrogen (bisa dikombinasi dengan progesteron)
- Kaji adanya riwayat tumor, hipertensi, penyakit hati.
R : Estrogen bisa memperburuk klien dengan penyakit tersebut
- Anjurkan klien untuk periksa ginekologi setiap 6 bulan
R : Terapi estrogen berefek pada kandungan
- Observasi tekanan darah klien
R : Terapi estrogen berefek pada sistem kardiovaskuler
3. Pemberian Vit D (7000 – 8000 IU PO)
4. Pemberian sodium flouride (40 – 90 mg)

Selasa, 22 Juni 2010

CANCER PAYUDARA

CANCER PAYUDARA

Pendahuluan
Ca mammae pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah carcinoma serviks uteri. Kurva insiden usia bergerak tinggi sejak usia 30 tahun. Kanker jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi pada usia 45-66 tahun. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertambahan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (cancer). Apabila tumor ini tidak diambil dan dibuang, dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinannya juga sel kanker tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh.

Etiologi
Tidak ada satupun sebab spesifik, sebaliknya terdapat serangkaian factor genetic, hormonal dan kemudian kejadian lingkiungan dapat menunjang terjadinya cancer payudara.

Faktor resiko
1.Riwayat pribadi Ca payudara
2.Menarche dini
3.Nullipara/ usia lanjut pada kelahiran anak pertama
4.menopause pada usia lanjut
5.Riwayat penyakit payudara jinak
6.Riwayat keluarga dengan ca mamae
7.Kontrasepsi oral
8.Terapai pergantian hormone
9.Pemajanan radiasi
10.Masukan alcohol
11.Umur > 40 tahun



Patofisiologi
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan cirri-ciri: proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya.
Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel di mana telah terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1.Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat i9ni belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi factor lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia.
Kontak dengan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun samapi bisa merubah jaringan displasi menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat yang dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat karsinogen atau ko-karsinogen lain, kerentanan jaringan dan individu.
2.fase in situ: 1-5 tahun
pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3.fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi meleui membrane sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe.
Waktu antara fase ke 3 dan ke 4 berlangsung antara beberpa minggu sampai beberapa tahun.
4.fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke tempat-tempat lain bertambah.

Tanda dan gejala
Penemuan tanda-tanda dan gejala sebagai indikasi kanker payudara masih sulit ditemukan secara dini. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika dudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.
1.Terdapat massa utuh (kenyal)
Biasanya pada kuadran atas dan bagian dalam, di bawah lengan, bentuknya tidak beraturan dan terfiksasi (tidak dapat digerakkan)
2.Nyeri pada daerah massa
3.Adanya lekukan ke dalam/dimping, tarikan dan retraksi pada area mammae.
Dimpling terjadi karena fiksasi tumor pada kulit atau akibat distorsi ligamentum cooper.
Cara pemeriksaan: kulit area mammae dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk tangan pemeriksa l;alu didekatkan untuk menimbulkan dimpling.
4.Edema dengan Peaut d’oramge skin (kulit di atas tumor berkeriput seperti kulit jeruk)
5.Pengelupasan papilla mammae
6.Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting susu serta keluarnya cairan secara spontan kadang disertai darah.
7.ditemukan lesi atau massa pada pemeriksaan mamografi.














PENENTUAN UKURAN TUMOR, PENYEBARAN KE KELENJAR LIMFE DAN TEMPAT LAIN PADA CARCINOMA MAMMAE
TUMOR SIZE (T)
TX
Tidak ada tumor
T0
Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
T1
Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang
T1a diameter 0,5cm atau kurang, tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1b >0,5 cm tapi kurang dari 1 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1c >1 cm tapi < 2 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T2 Tumor dengan diameter antar 2-5cm T2a tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T2b dengan fiksasi T3 Tumor dengan diameter >5 cm
T3a tan pa fiksasi, T3b dengan fiksasi
T4
Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secar langsung ke dalam dinding thorak dan kulit
REGIONAL LIMFE NODES (N)
NX
Kelenjar ketiak tidak teraba
N0
Tidak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
N1
Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
N2
Metastase ke kelenjar ketiak homolateral yang melekat terfiksasi satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya
N3
Metastase ke kelenjar homolateral supraklavikuler atau intraklavikuler terhadap edema lengan
METASTASE JAUH (M)
M0
Tidak ada metastase jauh
M1
Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

STADIUM KLINIS KANKER PAYUDARA
STADIUM
T
N
M
0
T1s
N0
M0
I
T1
N0
M0
IIA
T0
T1
T2
N1
N1
N0
M0
M0
M0
IIB
T2
T3
N1
N2
M0
M0
IIIA
T0
T1
T2
T3
N2
N2
N2
N1, N2
M0
M0
M0
M0
IIIB
T4
Semua T
Semua N
N3
M0
M0
IV
Semua T
Semua N
M1
Pemeriksaan penunjang
1.Laboratorium meliputi:
a.Morfologi sel darah
b.Laju endap darah
c.Tes faal hati
d.Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam serum atau plasma
e.Pemeriksaan sitologik
Pemeriksaan ini memegang peranan penting pada penilaian cairan yang keluar sponyan dari putting payudar, cairan kista atau cairan yang keluar dari ekskoriasi
2.Tes diagnosis lain
a. Non invasif
1). Mamografi
Yaitu radiogram jaringan lunak sebagai pemeriksaan tambahan yang penting. Mamografi dapat mendeteksi massa yang terlalu kecil untuk dapat diraba. Dalam beberapa keadaan dapat memberikan dugaan ada tidaknya sifat keganasan dari massa yang teraba. Mamografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada wanita-wanita yang asimptomatis dan memberikan keterangan untuk menuntun diagnosis suatu kelainan.
2). Radiologi (foto roentgen thorak)
3). USG
Teknik pemeriksaan ini banyak digunakan untuk membedakan antara massa yang solit dengan massa yang kistik. Disamping itu dapat menginterpretasikan hasil mammografi terhadap lokasi massa pada jaringan patudar yang tebal/padat.
4). Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan ini menggunakan bahan kontras/radiopaque melaui intra vena, bahan ini akan diabsorbsi oleh massa kanker dari massa tumor. Kerugian pemeriksaan ini biayanya sangat mahal.
5). Positive Emission Tomografi (PET)
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi ca mamae terutama untuk mengetahui metastase ke sisi lain. Menggunakan bahan radioaktif mengandung molekul glukosa, pemeriksaan ini mahal dan jarang digunakan.
b. Invasif
1). Biopsi
Pemeriksaan ini dengan mengangkat jaringan dari massa payudara untuk pemeriksaan histology untuk memastikan keganasannya. Ada 4 tipe biopsy, 2 tindakan menggunakan jarum dan 2 tindakan menggunakan insisi pemmbedahan.
a). Aspirasi biopsy
Dengan aspirasi jarum halus sifat massa dapat dibedakan antara kistik atau padat, kista akan mengempis jika semua cairan dibuang. Jika hasil mammogram normal dan tidak terjadi kekambuhan pembentukan massa srlama 2-3 minggu, maka tidak diperlukan tindakan lebih lanjut. Jika massa menetap/terbentuk kembali atau jika cairan spinal mengandung darah,maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy pembedahan.
b). Tru-Cut atau Core biopsy
Biopsi dilakukan dengan menggunakan perlengkapan stereotactic biopsy mammografi dan computer untuk memndu jarum pada massa/lesi tersebut. Pemeriksaan ini lebih baik oleh ahli bedah ataupun pasien karena lebih cepat, tidak menimbulkan nyeri yang berlebihan dan biaya tidak mahal.
c). Insisi biopsy
Sebagian massa dibuang
d). Eksisi biopsy
Seluruh massa diangkat
Hasil biopsy dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara frozen section.

Komplikasi
Komplikasi utama dari cancer payudara adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering untuk metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik dan hipercalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan persepsi sensori.

Penatalaksanaan medis
Penanganan secara medis dari pasien dengan kanker mamae ada dua macam yaitu kuratif (dengan pembedahan) dan paliatif (non pembedahan)
Tabel Penanganan Cancer Mammae
Penanganan
Keterangan
Pembedahan (kuratif)
Mastektomi parsial (eksisi tumor local dan penyinaran)








Mastektomi total dengan diseksi aksila rendah
Mastektomi radikal yang dimodifikasi

Mastektomi radikal



Mastektomi radikal yang diperluas

Mulai dari lumpektomi (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena) sampai kuadranektomi (pengangkatan seperempat payudara), pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari kelenjar limfe aksila untuk penentuan stadium; radiasi dosis tinggi mutlak perlu (5000-6000 rad)
Seluruh payudara, semua kelenjar limfe di lateral otot pektoralis minor
Seluruh payudara, semua atau sebagian jaringan aksila
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor di bawahnya, seluruh isi aksila

Sama seperti masektomi radikal ditambah kelenjar limfe mamaria interna
Non Pembedahan (paliatif)
Penyinaran






Kemoterapi



Terapi hormaon dan endokrin


Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut, pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe, aksila, kekambuhan tumor local atau regional setelah mastektomi

Adjuvan sistemik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut

Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, progesterone, anti estrogen, ooforektomi, adrenalektomi, hipofisektomi
Pengobatan paliatf kanker payudara tidak dapat dijalankan menurut suatu skema yang kaku, selalu dipertimabngkan kasus demi kasus. Terapi kemoterap[I diberikan bila ada metastasis visceral terutama ke otak dan limphangitik dan jika terpai hormonal tidak dapat mengatasi atau penyakit tersebut telah berkembang sebelumnya, dan jika tumor tersebut ER negative.
Oleh:dewa putu yudhi andika
04.07.1756

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CIDERA KEPALA BERAT

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA
CIDERA KEPALA BERAT
Oleh : Dewa Putu Yudhi Andika
PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cidera Otak Primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera Otak Sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
Kejang-kejang
Gangguan saluran nafas
Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
edema fokal atau difusi
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
Sepsis/septik syok
Anemia
Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
A.Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1.Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2.Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1.Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2.Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3.Volume LCS ( 75 - 150 ml).
Trauma kepala


Kulit Jaringan otak Tulang kepala


Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed -Hematom
Fraktur basis


TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda tanda vital
Kelainan neurolog
Etiologi
1.Kecelakaan
2.Jatuh
3.Trauma akibat persalinan.
Gejala :
1.Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2.Muntah proyektil.
3.Papil edema.
4.Kesadaran makin menurun.
5.Perubahan tipe kesadaran.
6.Tekanan darah menurun, bradikardia.
7.An isokor.
8.Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
























PATOFISIOLOGI


Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin
Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 
Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea







Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru.
Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Tipe Trauma kepala :
1.Trauma kepala terbuka.
2.Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.

Trauma Kepala Tertutup :
1.Komosio
2.Kontosio.
3.Hematom epidural.
4.Hematom subdural.
5.Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
Gangguan kesadaran lebih lama.
Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
Gejala TIK meningkat.
Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
Gejala 24 - 48 jam.
Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
PTIK meningkat.
Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

Sub Akut :
Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.

Kronis :
Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.










Sistem Pernapasan :
TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis


Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.


Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah


Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler


Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.

Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.

Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
Disritmia.
Fibrilasi.
Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat

Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
Pada keadaan lain :

Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus


Penurunan ADH Diabetes Mellitus

Ginjal

Ekskresi air Dehidrasi










Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma


Tubuh perlu energi untuk perbaikan


Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.


Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi

Hipotalamus ------ hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan sekresi asam lambung

Hiperacidi
Trauma

Stress Perdarahan lambung


Katekolamin meningkat.



Penatalaksanaan:
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1.Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2.Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3.Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.
Glasgow Coma Scale :
I.Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2 2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II.Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
3 2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1.Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III.Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4 4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
5 3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi



4.Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
5.Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
6.Dapat juga dengan melakukan obserfasi 6B, yaitu
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia.
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Pemeriksaan Diagnostik:
CT- Scan ( dengan tanpa kontras )
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
MRI
Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
X – Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis ( perdarahan / edema ), fragmen tulang.
BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
CFS
Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
ABGs
Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi ) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.
Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Prioritas perawatan:
1.memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2.mencegah komplikasi
3.pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4.mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5.pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1.Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2.Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3.Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4.Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7.Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9.Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.









RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1)Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
Rasional
Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.





Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.









Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.





Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
2)Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.

Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.




Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.


Berikan oksigen.



Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.

Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan atelektasis.


Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.


Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3)Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.

Daftar pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

Modul Kuliah Keperawatan Medical Bedah STIKES SURYA GLOBAL Yogyakarta. Tidak dipublikasikan

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.

Rabu, 16 Juni 2010

DAHSYAT PENYAKIT DIABETES MILITUS

Penyakit Diabetes Mellitus (DM)

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.

Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.

Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.

Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.

Tipe Penyakit Diabetes Mellitus

1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.

Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.

2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.

Kadar Gula Dalam Darah

Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.

Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.

Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.

Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.

Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes

Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).

Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.


Diabetes dapat memperlambat otak,
menyebabkan kekacauan pada dua jenis pemrosesan kejiwaan pada orang dewasa segala umur, lapor peneliti Kanada.
Orang dewasa yang sehat menunjukkan kondisi yang lebih baik daripada penderita diabetes pada dua tes fungsi kejiwaan, fungsi eksekutif dan respon kecepatan, menurut temuan tim Universitas Alberta.
“Kecepatan dan fungsi eksekutif diduga sebagai komponen utama pada kesehatan kognitif,” kata Roger Dixon yang bekerja pada studi tersebut, dalam suatu pernyataan.
Fungsi eksekutif termasuk kemampuan untuk fokus, bekerja dengan informasi baru untuk menyelesaikan permasalahan, dan memberikan jawaban yang bijaksana pada pertanyaan yang diajukan.
Artikel dalam jurnal Neuropsychology, para peneliti menyatakan mereka telah meneliti 41 orang dewasa berusia 53-90 tahun yang menderita diabetes tipe-2 dan 424 orang dewasa yang sehat.
Ada sedikit perbedaan antara mereka yang berusia dibawah 70 dan lebih dari 70 tahun, yang memperlihatkan perubahan terjadi di usia awal, kata Dixon.
“Mestinya ada cara untuk mengompensasi kemerosotan, paling tidak di usia awal dan dengan manajemen yang sesuai,” lanjutnya.
Diabetes diketahui meningkatkan risiko penyakit seperti Alzheimer. Tingkat gula darah tinggi dapat merusak pembuluh dan jaringan darah dan menyebabkan kerusakan pada banyak organ tubuh.
Studi yang dipublikasikan pada Juli menunjukkan bahwa penderita diabetes yang mengonsumsi insulin ditambah pil diabetes memiliki risiko lebih rendah menderita penyakit Alzheimer daripada penderita diabetes yang hanya mengonsumsi insulin.
Paling tidak 194 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes dan WHO memperkirakan jumlahnya akan meningkat hingga 300 juta pada 2025.
Kebanyakan menderita diabetes tipe-2, yang dahulu disebut diabetes awal – dewasa, dimana tubuh menjadi kurang mampu menggunakan insulin. Diet dan olahraga dapat mengendalikan kondisi tersebut dan ada beberapa kelas pengobatan yang berbeda di pasaran untuk mengobatinya.
Sumber : erabaru.net

created By :
ADHITYA CAHYO NUGROHO
04.07.1743
E/KP/6

Sabtu, 05 Juni 2010

Peluang Kerja Di Arab Saudi

Rumah Sakit Pemerintah Saudi Arabia membutuhkan perawat dengan syarat :
1. Wanita, usia 21-40 th
2. Lulus D3 Keperawatan minimal Oktober 2008, atau S1 Keperawatan minimal Oktober 2009
3. Pengalaman kerja minimal 2 th (D3) atau 1 th (S1)
Penghasilan :
1. Gaji minimal 1.100 USD/bulan
2. Akomodasi, transportasi, dan makan disediakan
3. Cuti 45 hari / th dengan gaji tetap dibayar penuh
4. Tiket Jeddah-Jakarta PP saat cuti
5. Asuransi Kesehatan dari Pemerintah Arab Saudi
6. Kesempatan Haji dan Umroh
Jadwal Seleksi :
1. Mei - Juli 2010 Pendaftaran
2. Juli 2010 Pre-Exam Training, Test User
3. Agustus 2010 Pemberangkatan.
Dokumen yang dibutuhkan :
1. CV lengkap
2. Copy KTP / Paspor, Kartu Keluarga, Akte Kelahiran
3. Pas Foto 4 X 6 warna (10 lbr), 3 X 4 (10 lbr),
4. Foto memakai baju seragam perawat background putih
5. Ijazah pendidikan terakhir dilegalisir
6. Ijazah SMA
7. Bukti Pengalaman Kerja
8. Surat ijin Orang Tua (bisa menyusul).

Keterangan hubungi :
Pak Sugeng Jitowiyono 0274-7011593