BEST CLASS E/KP/07

BEST CLASS E/KP/07

Sabtu, 10 Juli 2010

DEFISIT PERAWATAN DIRI

RIA NUANSA
04.07.1773
E /KP/VI

DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
Jenis–Jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).
B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
C. Patofisiologi
Perawatan diri kurang



Isolasi sosial : menarik diri
D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang .
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat






E. Diagnosa Keperawatan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRIgor
Tgl No Dx Dx Keperawatan Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Defisit perawatan diri
TUM: klien dapat mandiri dalam perawatan diri

TUK:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat





1. Klien mampu menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:
 Wajah cerah, tersenyum
 Mau berkenalan
 Ada kontak mata
 Menerima kehadiran perawat
 Bersedia menceritakan perasaannya






1. Bina hubungan saling percaya :
 Beri salam setiap berinteraksi.
 Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan
 Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien
 Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
 Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien
 Buat kontrak interaksi yang jelas
 Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati
 Penuhi kebutuhan dasar klien
2. Klien mengetahui pentingnya perawatan diri 2. Klien mampu menyebutkan:
 Penyebab tidak merawat diri
 Manfaat menjaga perawatan diri
 Tanda-tanda bersih dan rapi
 Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan 2. Diskusikan dengan klien:
 Penyebab klien tidak merawat diri
 Manfaat menjaga perawatan diri untuk keadaan fisik, mental, dan sosial.
 Tanda-tanda perawatan diri yang baik
 Penyakit atau gangguan kesehatan yang bisa dialami oleh klien bila perawatan diri tidak adekuat



3. Klien mengetahui cara-cara melakukan perawatan diri 3.1. Klien mampu menyebutkan frekuensi menjaga perawatan diri:
 Frekuensi mandi
 Frekuensi gosok gigi
 Frekuensi keramas
 Frekuensi ganti pakaian
 Frekuensi berhias
 Frekuensi gunting kuku
3.2. Klien mampu menjelaskan cara menjaga perawatan diri:
 Cara mandi
 Cara gosok gigi
 Cara Keramas
 Cara Berpakaian
 Cara berhias
 Cara gunting kuku 5.2. Diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri selama ini
 Mandi
 Gosok gigi
 Keramas
 Berpakaian
 Berhias
 Gunting kuku
3.2.Diskusikan cara praktek perawatan diri yang baik dan benar :
 mandi
 gosok gigi
 Keramas
 Berpakaian
 Berhias
 Gunting kuku
3.2. Berikan pujian untuk setiap respon klien yang positif
4. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat 4. Klien dapat mempraktekkan perawatan diri dengan dibantu oleh perawat:
 Mandi
 Gosok gigi
 Keramas
 Ganti pakaian
 Berhias
 Gunting kuku 4.1.Bantu klien saat perawatan diri :
 Mandi
 Gosok gigi
 Keramas
 Ganti pakaian
 Berhias
 Gunting kuku
4.2. Beri pujian setelah klien selesai melaksanakan perawatan diri
5. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri 5. Klien dapat melaksanakan praktek perawatan diri secara mandiri
 Mandi 2 X sehari
 Gosok gigi sehabis makan
 Keramas 2 X seminggu
 Ganti pakaian 1 X sehari
 Berhias sehabis mandi
 Gunting kuku setelah mulai panjang 5.1. Pantau klien dalam melaksanakan perawatan diri:
 Mandi
 Gosok gigi
 Keramas
 Ganti pakaian
 Berhias
 Gunting kuku
5.2. Beri pujian saat klien melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
6. Klien mendapatkan dukungan keluarga untuk meningkatkan perawatan diri 6.1. Keluarga dapat menjelaskan cara-cara membantu klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya
6.2. Keluarga dapat menyiapkan sarana perawatan diri klien: sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, handuk, pakaian bersih, sandal, dan alat berhias
6.3. Keluarga dapat mempraktekan perawatan diri pada klien 6.1 Diskusikan dengan keluarga:
 Penyebab klien tidak melaksanakan perawatan diri
 Tindakan yang telah dilakukan klien selama di rumah sakit dalam menjaga perawatan diri dan kemajuan yang telah dialami oleh klien
 Dukungan yang bisa diberikan oleh keluarga untuk meningkatkan kemampuan klien dalam perawatan diri
6.2. Diskusikan dengan keluarga tentang:
 Sarana yang diperlukan untuk menjaga perawatan diri klien
 Anjurkan kepada keluarga menyiapkan sarana tersebut
6.3. Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang perlu dilakukan keluarga dalam perawatan diri :
 Anjurkan keluarga untuk mempraktekkan perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas, ganti baju, berhias dan gunting kuku)
 Ingatkan klien waktu mandi, gosok gigi, keramas, ganti baju, berhias, dan gunting kuku.
 Bantu jika klien mengalami hambatan dalam perawatan diri
 Berikan pujian atas keberhasilan klien

Sabtu, 03 Juli 2010

TB Paru

A. Pengertian
Tubercolosis (TB) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tubercolosis yaitu suatu bakteri tahan asam yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak adalah diparu (Mansjoer, dkk. 2001).
Tubercolosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tubercolosis yang dapat menyerang semua organ, yang tersering adalah paru dan tulang (Ramali. 2003).

B. Klasifikasi Tubercolosis
Ada dua macam klasifikasi tubercolosis, yaitu tubercolosis primer dan tubercolosis sekunder.
1. Tubercolosis Primer
Penularan TB paru ini dikarenakan dibatukkan atau dibersinkan sehingga keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet. Kuman akan semakin tahan bila ventilasi buruk dan kondisinya lembab. Bahkan dapat bertahan sampai berhari-hari ataupun berbulan-bulan.
2. Tubercolosis Skunder
Merupakan dari Tubercolosis primer yang akan muncul setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen dan menjadi TB dewasa. Penyakit TB sekunder ini timbul saat imunitas orang yang membawa carier menurun.
TB sekunder dimulai dari sarang dini yang mula-mula berbentuk sarang pneumoni kecil dalam 3-10 minggu kemudian sarang akan berubah menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histosit dan sel datia langhans (sel besar dan memiliki banyak inti) yang dikelilingi sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Penyakit TB sekunder didapat pada saat masa muda dan akan tumbuh menjadi penyakti TB pada usia tua. Hal ini juga bergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas pasien.

C. Etiologi
TB disebabkan karena kuman. Kuman yang sangat berpengaruh adalah Mycobacterium Tubercolosis dan Mycobacterium Bovis. Selain kedua jenis kuman tersebut penyebab TB juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Heriditer
2. Usia, terutama pada bayi menjadi resiko tinggi terinfeksi
3. Masa puber dan remaja. Dikarenakan masa pertumbuhan dan diit yang tidak adekuat
4. Keadaan stres
5. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi
6. Infeksi berulang : HIV
7. Tidak memenuhi aturan pengobatan

D. Patofisiologi
Kuman yang masuk dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit, tapi tergantung pada banyaknya kuman yang masuk, virulensi dan juga imunitas pasien. Kuman TB akan masuk dalam paru-paru dan kemudian menyebar. Histosit kemudian mengangkut kuman tersebut masuk kekelenjar limfe menuju saluran getah bening sehingga terbentuk kompleks primer dan mengadakan reaksi eksudasi yang terjadi sekitar 2-10 minggu yang disebut sebagai masa inkubasi.
Setelah masa inkubasi, bagian paru biasanya menjadi lesi yang terdapat hampir disemua tempat terutama di perifer dekat pleura. Selain itu juga terdapat pembesaran kelenjar regional. Pada reaksi radang, leukosit akan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya yang kemudian basil akan menyebar ke limfe dan sirkulasi.
Setelah beberapa minggu limfosit menjadi sensitif terhadap organisme TBC yang kemudian membebaskan limfokin yang berubah menjadi makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan menimbulkan gejala pneumonia akut. Bila proses ini berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak dalam sel, makrofag akan menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Kemudian mengalami nekrosis pada bagian sentral dan memberikan gambaran yang relatif padat (kaseosa).
E. Manifestasi Klinis
1. Demam, malaise, anoreksia, BB menurun dan kadang-kadang batuk dan nyeri dada
2. Gejala lanjut : jaringan paru-paru banyak yang rusak, pucat, anemia, lemah dan BB menurun
3. Penurunan TB primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena mulainya penyakit secara perlahan. Kadang-kadang TB ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan tetapi saat dilakukan uji Tubercolin ditemukan kuman ini. Gejala TB primer berupa demam yang naik turun selama 1 – 2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Kadang-kadang terjadi anoreksia dan BB nenurun.

F. Komplikasi
1. Meningitis
2. Pleuritis
3. Bronkopneumoni
4. Atelektasis

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Dicurigai Tubercolosis
a. Anak sakit dengan riwayat kontak penderita dengan diagnostik pasti (BTA positif)
b. Anak dengan :
1) Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk reja
2) BB menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan pengobatan antibiotik untuk penyakit pernafasan
3) Pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit.
2. Mungkin Tubercolosis
Lanjutan dari anak yang dicurigai Tubercolosis kemudian ditambah dengan :
a. Uji Tubercoin positif (10 mm / lebih), dilakukan selama 2 x 24 jam
b. Foto rongen paru sugestif Tubercolosis
c. Pemeriksaan histologis biopsi sugestif Tubercolosis
d. Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT
3. Pasti Tubercolosis
Ditemukan basil Tubercolosis pada pemeriksaan langsung atau biakan. Identifikasi Mycobacterium Tubercolosis pada karakteristik biakan.

H. Penatalaksanaan
1. Rimfampisin, dengan dosis 10-15 mg/Kg.BB/hari diberikan 1x sehari per-oral dan diberikan selama 6-9 bulan.
2. INH (isoniazid) dengan dosis 10-20 mg/Kg.BB/hari melalui per-oral yang diberikan selama 18-24 bulan
3. Streptomisin (IM), dengan dosis 30-15 mg/Kg.BB maksimum 750 mg/hari, diberikan selama 1-3 bulan yang dilanjutkan 2-3 x seminggu selama 1-3 bulan lagi
4. Pirazinamid dengan dosis 30-35 mg/Kg.BB/hari melalui oral, 2x sehari selama 4 bulan
5. Para-aminosalisilat dengan dosis 200-300 mg/Kg.BB/hari secara oral 2-3x sehari. Obat ini jarang dipakai karena dosisnya terlalu tinggi.

By : Anistiana Prasetyaningsih (04.07.1746)

Kamis, 01 Juli 2010

Kisi-kisi

Hormone hipofise, gambaran klinis sindrom chusing, data volume cairan kurang dari kebutuhan pada klien diabetes insipidus, intervensi pembedahan tumor hipofise, tanggung jawab perawat klien chemotherapy.

Pengkajian pada pasien di poli kulit, Steven jonhson dan diagnosa keperawatan, luka bakar dan cara menentukan derajat, manajemen acne vulgaris, stroke dan penanganannya.

Selasa, 29 Juni 2010

Caries Gigi

Anistiana Prasetyaningsih
04.07.1746
E/KP/VI

A. Pengertian Caries Gigi
Caries gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum) yang bersifat kronik progresif dan disebabkan aktivitas jasad renik yang dapat diragikan. Ditandai dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya (Mansjoer dkk, 2000 : 51).
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang di tandai dengan kerusakan jaringan, di mulai dari permukaan gigi meluas kearah pulpa (Tarigan, 1993 : 1).
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar gigi yang dapat dicegah (Angela, 2005: 130).

B. Anatomi Gigi
1. Bentuk
Bentuk gigi berbeda-beda sesuai dengan fungsinya. Fungsi gigi antara lain adalah :
a. Gigi seri untuk memotong makanan
b. Gigi taring gunanya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat
c. Gigi geraham gunanya untuk mengunyah makan yang sudah di potong-potong (Syaifuddin, 1997 : 76).
2. Susunan Gigi
Gigi terdiri dari berbagai macam susunan. Menurut Darmawan (2007:18) susunan gigi terdiri atas:
a. Email
Zat lapisan luar yang sangat tebal, yang terdiri dari mineral kalsium dan fosfat dan mineral tersubut bersifat untuk menguatkan gigi dari perapuhan.
b. Dentin
Zat bagian dalam gigi dan merupakan bagian terbesar gigi. Sifat fisik lebih lembut dari email, sehingga membusuk lebih cepat dan menjadi sasaran lubang yang hebat bila tidak di rawat dengan baik. Dentin berfungsi sebagai lapisan protektif dan menyokong mahkota gigi.
c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian ke-tiga. Pulpa adalah Inti atau pusat gigi yang berisi saraf dan pembuluh darah.
d. Sementum
Sementum merupakan sebuah lapisan yang berada mengelilingi akar gigi.
e. Periodontal Ligamen
Periodontal Ligamen berfungsi mensuport gusi dan melekatkan zat sementum pada tulang.
f. Bone ( Tulang)
Bone ( Tulang ) berfungsi melekatkan dan menunjang gigi ke dalam rahang.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000 : 151-153) Faktor-faktor yang mempengaruhi caries gigi adalah:
1. Bakteri
Ada tiga jenis bakteri yang sering mengakibatkan caries gigi. Ketiga bakteri tersebut antara lain yaitu :
a. Laktobasilus
Populasinya biasanya di pengaruhi oleh kebiasaan makan. Tempat yang paling di sukai adalah lesi dentin yang dalam.
b. Streptokokus
Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama caries dan jumlahnya terbanyak di dalam mulut. Salah satu spesiesnya, yaitu streptococcus mutans, lebih asidurik dibandingkan yang lain dapat menurunkan pH medium hingga 4,3. Streptococcus mutans terdapat pada populasi yang banyak mengkonsumsi sukrosa.
c. Aktinomises
Semua spesies Aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk asam laktat, asetat, suksinat, dan asam format. Actinomices viscosus dan A. naeslundii mampu membentuk karies akar, fisur, dan merusak periodontonium.
2. Karbohidrat Makanan
Karbohidrat menyediakan substrat untuk sintesa asam dan polisakarida ekstrasel bagi bakteri. Karbohidrat sederhana akan meresap kedalam plak dan di metabolisme dengan cepat oleh bakteri. Untuk kembali ke pH normal di butuhkan waktu 30-60 menit.
Karena sintesa polisakarida ekstrasel dari mukosa lebih cepat dari pada glukosa, fruktosa, dan laktosa, maka sukrosa bersifat paling kariogenik, dan karena paling banyak di konsumsi.
3. Kerentanan Permukaan Gigi
a. Morfologi Gigi
Daerah gigi di mana mudah terjadi plak sangat mungkin di serang karies. Gambaran morfologi yang sering di anggap penyebab caries adalah fisura oklusal yang sempit dan dalam, lekukan pipi, atau lidah. Fisura-fisura tersebut cenderung menjadi perangkap untuk makanan dan bakteri, terutama pada dasar fisura.
b. Lingkungan Gigi
Gigi selalu dibasahi saliva secara normal. Jumlah dan isi saliva, derajat keasaman, kekentalan, dan kemampuan buffer berpengaruh pada caries. Saliva mampu meremineralisasi karies dini karena mengandung ion kalsium (ca) dan fosfat (p). Kemampuan ini meningkat bila terdapat ion flour. Saliva juga mempengaruhi pH dan komposisi mikroorganisme dalam plak.
c. Posisi Gigi
Gigi malaligned, posisi keluar, rotasi, atau situasi tak normal lain, menyebabkan kesulitan pembersihan dan cenderung membuat makanan dan debris terakumulasi.
4. Waktu
Kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama proses caries, menandakan bahwa proses tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti, sehingga bila saliva berada di dalam lingkungan gigi, maka caries tidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.

D. Bentuk-Bentuk Caries Gigi
1. Berdasarkan Cara Meluasnya Caries Gigi
a. Penetrierende caries
Caries yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasannya secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.
b. Unterminirende karies
Caries yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas kea rah samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.
2. Berdasarkan Stadium Caries (dalamnya karies gigi)
a. Karies Superficialis
Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.
b. Karies Media
Dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
c. Karies Profunda
Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Caries profunda ini dapat di bagi atas:
1) Karies Profunda Stadium I
Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum di jumpai
2) Karies Profunda Stadium II
Masih di jumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa.
3) Karies Profunda Stadium III
Pulpa telah terbuka. Dijumpai bermacam-macam radang pulpa (Tarigan, 1993 : 40-42).

E. Patofisiologi Caries Gigi
Caries gigi berhubungan dengan permukaan gigi, diet karbohidrat dan bakteri mulut spesifik. Proses pembusukan dimulai dengan demineralisasi permukaan luar gigi, karena berbentuk asam organik selama fermentasi bakteri diet karbohidrat. Lesi yang baru mulai, mula-mula nampak seperti titik putih yang buram, dengan hilangnya jaringan gigi secara progresif, terjadilah rongga.
Bakteri yang berpengaruh dalam caries gigi adalah Streptococuk Mutans. Bakteri ini mulai pada sebagian besar caries gigi pada permukaan email. Apabila email berlubang, bakteri mulut lainnya (terutama Lactobasilus) menerobos ke dentin di bawahnya dan menyebabkan penghancuran struktur gigi yang lebih lanjut melalui infeksi bakteri campuran (Behrman. 1999 : 1285).

F. Pencegahan Caries Gigi
Kesehatan gigi harus di tekankan pada anak-anak sejak kecil agar dapat belajar menggosok gigi mereka dengan baik dan benar. Gerakan yang benar adalah gerakan naik turun, sisi dalam dan luar, sesudah makan dan sebelum pergi tidur. Setiap tapal atau serbuk gosok gigi yang manapun dapat digunakan. Jajan dan gula-gula jangan dimakan di antara waktu makan, atau menjelang tidur. Hal ini merupakan sumber penyakit gigi yang lazim.
Pertumbuhan gigi, baik yang sementara maupun yang tetap, harus di awasi. Kunjungan teratur pada dokter gigi penting. Kalau dapat setiap bulan, atau sedikitnya 4 sampai 6 bulan. Tidak adanya rasa sakit bukan berarti tidak ada penyakit atau karies gigi. Pada masa remaja kunjungan ke dokter dapat dikurangi (Pearce, 2002 : 180).
Tindakan pencegahan adalah suatu bentuk prosedur pencegahan yang dilakukan sebelum gejala klinik dari suatu penyakit timbul (Angela,2005:3).
Tindakan pencegahan yang paling efektif terhadap karies gigi adalah pemberian florida dan menggosok gigi. Selain itu hal-hal yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi kebiasaan gigi
Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan caries.
2. Pendidikan kesehatan gigi
Pendidikan kesehatan gigi mengenai kenersihan mulut, diet dan konsumsi gula dan kunjungan berkala ke dokter gigi lebih di tekankan pada anak yang berisiko caries tinggi. Informasi ini harus menimbulkan motivasi dan tanggung jawab anak untuk menjaga kesehatan mululnya.
3. Kebersihan Mulut
Kebersihan perorangan terdiri dari pembersihan gigi yang baik. Kebersihan mulut yang baik di perlukan untuk meminimalisir penyebab penyakit mulut dan membuang plak gigi. Penyikatan gigi, flossing disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan di tekankan pada anak segala umur.
4. Pengaturan makanan
Untuk kesehatan gigi, pengaturan konsumsi gula paling di perhatikan. Gula yang tersisa pada mulut dapat memproduksi asam oleh bakteri (Angela,2005 : 132-133).
5. Tambalan gigi
Tambalan adalah lapisan plastik yang secara professional digunakan untuk permukaan oklusal gigi posterior(Behrman, dkk, 1999 : 1287).
6. Tindakan Pencegahan lainnya
Terapi flourida dapat menjadi pilihan untuk mencegah caries. Cara ini telah terbukti menurunkan kasus caries gigi. Flourida sering di tambahkan pada pasta gigi dan cairan pembersih mulut (Wikipedia Indonesia, 2007 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/karies gigi).

Minggu, 27 Juni 2010

TETANUS

TETANUS

Yohana Dewi Maryani
04.07.1827
E/kp/6
PENGERTIAN
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani. yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostridiumTetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
PATOFISIOLOGI
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berpoliferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
1. Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng pisau, cangkul dan lain-lain.
2. Luka karena kecelakaan kerja, (kena parang) kecelakaan lalu-lintas
3. Luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga, tonsil
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu silindrik ke SSP. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin spesifik.
FAKTOR PREDISPOSISI
• Umur tua atau anak-anak
• Luka yang dalam dan kotor
• Belum terimunisasi
TANDA DAN GEJALA:
• Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2 - 21 hari
• Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
• Kesukaran membuka mulut (trismus)
• Kaku-kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
• Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
GAMBARAN UMUM YANG KHAS PADA TETANUS
1. Badan kaku dengan epistotonus
2. Tungkai dalam ekstensi
3. Lengan kaku dan tangan mengepal
4. Biasanya kesadaran tetap baik
5. Serangan timbul paroksismal dan dapat dicetuskan oleh karena :
• Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
• Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi : aspiksia, sianosis, retensi urin, fraktur vertrebralis (pada anak-anak), demam ringan (stadium akhir), pada saat kejang suhu dapat naik 2 - 4 derajat celsius dari normal, diaphoresis, takikardi, sulit menelan.
PROGNOSA
Sangat buruk bila : ada OMP (otitis Media Purulen), Luka pada kulit kepala
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosa didasarkan pada : Riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
Laboratorium : Leukositosis ringan, peninggian tekanan cairan otak, deteksi kuman sulit.
PENATALAKSANAAN
1. Tetanus merupakan keadaan darurat, pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
2. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000 - 6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka (tidak boleh diberikan melalui IV)
3. Debridemant luka, biarkan luka terbuka
4. Penanggulangan kekejangan : isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemberian obat penenang.
5. Pemberian Penisilin G cair 10 - 20 juta iu (dosis terbagi) dapat diganti tetraciklin/Klindamisin untuk membunuh kolistrida vegetatif
6. Problema pernapasan : Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu
7. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
8. Diit TKTP melalui oral/sonde/parenteral
DIAGNOSA PERAWATAN

DIAGNOSA
1. Kebersihan jalan napas tidak efektif sehubungan dengan penumpukan sputum pada trakhea, dan spasme otot-otot pernapasan


2. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan jalan napas terganggu akibat spasme otot-oto pernapasan







3. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang



4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan sehubungan dengan kekakuan otot-otot pengunyah

5. Gangguan Hubungan interpersonal sehubungan dengan kesulitan bicara


6. Potensial terjadinya gangguan keseimbangan cairan sehubungan dengan kesulitan menelan



7. Gangguan integritas kulit


8. Kurangnya pengetahuan pasien akan penyakitnya: roses pencetus, penanggulangan sehubungan dengan kurangnya informasi



9. Gangguan rasa nyaman: kurang istirahat sehubungan dengan seringnya kejang-kejang INTERVENSI
• Atur posisi tubuh pasien
• Bantu mengeluarkan lendir (suction bila perlu)
• Pemberian cairan yang adekuat
• Beri oksigen bila perlu

• Monitor irama pernapasan dan respiratori rate
• Observasi adanya tanda-tanda sianosis
• Monitor suhu tubuh
• Kaji tingkat kesadaran
• Atur posisi : luruskan jalan nafas
• Pemberian oksigen kalau perlu
• Kolaborasi : monitor Astrup

• Bantu semua kebutuhan pasien
• Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
• Cegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring yang lama

• Pasang selang NGT (bilaperlu)
• Berikan makanan sesuai anjuran ahli gizi


• Ciptakan hubungan yang harmonis
• Ajarkan cara menjawab bila ditawarkan sesuatu

• Pemberian cairan yang adekuat (NGT/parenteral)
• Kaji turgor kulit:kelembaban suhu tubuh
• Monitor intek dan output

• Bersihkan luka biarkan terbuka
• Kolaborasi: antibiotika dan roboransia

• Kaji tingkat pengetahuan pasien
• Berikan pendidikan kesehatan sesuaikan tingkat pengetahuan
• Evaluasi hasil pendidikan yang telah diberikan

• Beri pengertian tentang proses penyakit dan keadaan yang timbul
• Beri suasana yang tenang atau sedikit rangsang
• Kolaborasi: Diazepam dan valium

OSTEOPOROSIS

OSTEOPOROSIS

Falensia mariani
04.07.1753
E/KP/VI

I. PENGERTIAN
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal
Osteoporosis adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan dari total massa tulang

II. ETIOLOGI
a. Usia : > 40 tahun
b. Genetik
c. Mekanis : immobilitas
d. Makanan : defisit kalsium, protein, konsumsi cafein dan alkohol berlebih
e. Hormon : estrogen

III. KLASIFIKASI
Osteoporosis dibagi menjadi :
1. Osteoporosis primer adalah keadaan umum/biasa terjadi dan bukan keadaan patologis (alami)
a. Osteoporosis tipe I (Post menopause)
Terjadi pada wanita post menopause (dengan usia 55 – 65 th)
b. Osteoporosis tipe II (snile)
Terjadi pada usia > 65 th, terjadi pada laki-laki dan perempuan tetapi 2 X lebih sering pada wanita
2. Osteoporosis skunder adalah terjadi akibat pengobatan (misal : hipertiroidisme) atau pengobatan yang lama (kortikosteroid).


IV. PATOFISIOLOGI
Usia Defisit Ca Immobilisasi Hormon Estrogen

PTH

Fungsi Osteoblas Osteoklas

Pembentukan tulang Resorbsi Ca tulang


Demineralisasi tulang

Penurunan massa tulang

Pengeroposan tulang

Tulang rapuh / Osteoporosis

Kelemahan






V. PENGKAJIAN
1. Identitas
Sering terjadi pada wanita, ras putih, usia > 40 tahun, pekerja berat
2. Keluhan utama
Adanya nyeri yang timbul secara mendadak dan hebat pada daerah yang terkena dan akan bertambah nyeri bila dipergunakan untuk beraktivitas atau bergerak. Nyeri berkurang apabila dipergunakan untuk beristirahat.
3. Pola nutrisi
- Adanya riwayat defisit intake kalsium dan protein
- Adanya riwayat perokok, peminum alkohol dan kopi.
4. Pola eliminasi
Adanya keluhan konstipasi
5. Pola seksual
Sering terjadi pada wanita yang memasuki masa menopause karena penurunan hormon estrogen.
6. Pola aktivitas / istirahat
Adanya keterbatasan pergerakan dan kelemahan.
7. Psikologi
Adanya perasaan cemas dan takut untuk beraktivitas
8. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Adanya deformitas vertebra torakalis (kifosis) yang mengakibatkan keluhan penurunan tinggi badan.
9. Pola sirkulasi
Peningkatan kerja jantung diikuti peningkatan nadi
10. Pola interaksi sosial
Gangguan body image karena keterbatasan pergerakan fisik dan perubahan fisik
11. Pola aman nyaman
Adanya nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan timbul secara mendadak dan hebat.
12. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya reabsorbsi tulang
- Mengukur kadar kalsium dan air kemih puasa dibagi dengan kreatinin
- Mengukur kadar hidroksin – prolin dalam air kemih puasa dibagi dengan kreatinin.
b. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya bentuk tulang
- Mengukur kadar fosfatase alkali serum
- Mengukur Bone-gla-protein plasma (Osteokalium)
c. Pemeriksaan radiologi : MRI, dan X ray tulang

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera sehubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh.
2. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan penurunan tonus otot dan nyeri
3. Nyeri sehubungan dengan efek dari adanya fraktur

VII. INTERVENSI
Dx I : Resiko tinggi cedera sehubungan dengan kecelakaan ringan/jatuh.
Tujuan : Klien terbebas dari cedera atau trauma
Kriteria hasil : setelah dilakukan intervensi klien dapat :
- Mencegah terjadinya jatuh atau fraktur
- Terhindar dari aktivitas yang dapat menimbulkan jatuh atau fraktur
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang aman (untuk klien rumah sakit):
- Anjurkan klien untuk menggunakan sandal anti selip
- Hindarkan lantai dari peralatan yang berserakan yang dapat menyebabkan jatuh/tersandung.
- Sediakan tempat tidur yang rendah
- Berikan penerangan yang lebih
- Letakkan keperluan sehari dekat dengan tempat tidur yang mudah dicapai (misal : air minum)
- Sediakan pegangan tangan pada kamar mandi
R : Menciptakan lingkungan yang aman, bebas dari kemungkinan jatuh atau cedera.
2. Dukung utnuk melakukan ambulasi sesuai kemampuan :
- Kaji adanya kebutuhan tongkat dan walker
- Konsultasi dengan ahli fisioterapi
- Anjurkan klien untuk minta bantuan bila perlu
- Anjurkan klien untuk tidak langsung berdiri setelah bangun tidur.
R : Memberikan bantuan klien berambulasi mencegah terjadinya kecelakaan.
3. Bantu klien dalam mencegah kecelakaan ketika melakukan ADL (misal : terbentur pagar, pintu)
R : Benturan keras bisa mengakibatkan fraktur tulang
4. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat benda berat. Dan apabila dalam posisi jongkok, kembali ke posisi berdiri dengan pelan-pelan.
R : Pergerakan tubuh yang cepat dapat menyebabkan penekanan tulang
5. Amati efek samping penggunaan obat pada klien
R : Obat-obatan seperti : diuretik, penotiasid dapat menyebabkan pusing, lemah sehingga memungkinkan klien jatuh.
6. Beri pengetahuan klien tentang diet dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut
- Anjurkan klien untuk makan makanan yang mengandung kalsium
- Anjurkan klien untuk mengurangi dan menghindari pemasukan kafein.
R : Diet kalsium untuk mempertahankan kadar kalsium dalam serum. Terlalu banyak kafein dapat menambah pengeluaran kalsium dalam urine.
7. Beritahu klien tentang pengaruh rokok terhadap pembentukan tulang.
R : Rokok dapat menyebabkan asidosis, yang mana asidosis meningkatkan resorbsi tulang.
Dx II : Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan penurunan tonus otot dan nyeri
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Kriteria hasil : setelah dilakukan intervensi klien dapat :
- Klien dapat melakukan mobilitas dengan melakukan ADL sendiri
Intervensi :
1. Konsultasi dengan ahli fisioterapi dalam mempertimbangkan program aktivitas untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
- Kaji kebutuhan aktivitas klien
- Beritahu klien untuk aktivitas yang tidak boleh dilakukan
- Ajarkan pada klien tentang pentingnya exercise
R : Exercise dapat meningkatkan kekuatan tulang, tonus otot dan merangsang sirkulasi darah pada tulang dan jaringan otot.
2. Kaji kemampuan klien dalam aktivitas yang dapat dilakukan secara mandiri
R : Nyeri dan penurunan tonus otot dapat membatasi klien dalam aktivitas secara mandiri, terutama setelah fraktur.
3. Kaji apakah perlu bantuan utnuk melakukan ADL, kolaborasi dengan ahli fisioterapi
R : Memberi kesempatan klien untuk melakukan aktivitas mandiri

Dx III : Nyeri sehubungan dengan efek dari adanya fraktur
Tujuan : Klien terbebas dari nyeri
Kriteria hasil : Setelah dilakukan intervensi klien dapat :
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Mengatasi nyeri secara mandiri
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
R : Ambang nyeri dari tiap individu berbeda
2. Ajarkan klien utnuk melakukan relaksasi
R : Nyeri berkurang dengan mengalihkan perhatian klien
3. Berikan kompres hangat pada daerah nyeri
R : Kompres hangat meningkatkan sirkulasi darah pada daerah nyeri dan meringankan spasme otot.
4. Pantau adanya tanda dan gejala fraktur
R : Deteksi dini adanya fraktur
5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R : Untuk mengurangi nyeri sesuai advis dokter

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian Kalsium Karbonat
- Berikan sebelum makan dan menjelang tidur serta anjurkan banyak minum air putih
R : Kalsium pada keadaan lambung kosong dapat mengakibatkan iritasi dan kalsium bereaksi cepat pada saat imobilisasi. Serta banyak minum mencegah batu ginjal
- Kaji adanya hiperkalsemi
R : Hiperkalsemi meningkatkan resiko batu ginjal
2. Pemberian Estrogen (bisa dikombinasi dengan progesteron)
- Kaji adanya riwayat tumor, hipertensi, penyakit hati.
R : Estrogen bisa memperburuk klien dengan penyakit tersebut
- Anjurkan klien untuk periksa ginekologi setiap 6 bulan
R : Terapi estrogen berefek pada kandungan
- Observasi tekanan darah klien
R : Terapi estrogen berefek pada sistem kardiovaskuler
3. Pemberian Vit D (7000 – 8000 IU PO)
4. Pemberian sodium flouride (40 – 90 mg)

Selasa, 22 Juni 2010

CANCER PAYUDARA

CANCER PAYUDARA

Pendahuluan
Ca mammae pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah carcinoma serviks uteri. Kurva insiden usia bergerak tinggi sejak usia 30 tahun. Kanker jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi pada usia 45-66 tahun. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertambahan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (cancer). Apabila tumor ini tidak diambil dan dibuang, dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinannya juga sel kanker tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh.

Etiologi
Tidak ada satupun sebab spesifik, sebaliknya terdapat serangkaian factor genetic, hormonal dan kemudian kejadian lingkiungan dapat menunjang terjadinya cancer payudara.

Faktor resiko
1.Riwayat pribadi Ca payudara
2.Menarche dini
3.Nullipara/ usia lanjut pada kelahiran anak pertama
4.menopause pada usia lanjut
5.Riwayat penyakit payudara jinak
6.Riwayat keluarga dengan ca mamae
7.Kontrasepsi oral
8.Terapai pergantian hormone
9.Pemajanan radiasi
10.Masukan alcohol
11.Umur > 40 tahun



Patofisiologi
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan cirri-ciri: proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya.
Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel di mana telah terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1.Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat i9ni belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi factor lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia.
Kontak dengan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun samapi bisa merubah jaringan displasi menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat yang dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat karsinogen atau ko-karsinogen lain, kerentanan jaringan dan individu.
2.fase in situ: 1-5 tahun
pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3.fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi meleui membrane sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe.
Waktu antara fase ke 3 dan ke 4 berlangsung antara beberpa minggu sampai beberapa tahun.
4.fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke tempat-tempat lain bertambah.

Tanda dan gejala
Penemuan tanda-tanda dan gejala sebagai indikasi kanker payudara masih sulit ditemukan secara dini. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika dudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.
1.Terdapat massa utuh (kenyal)
Biasanya pada kuadran atas dan bagian dalam, di bawah lengan, bentuknya tidak beraturan dan terfiksasi (tidak dapat digerakkan)
2.Nyeri pada daerah massa
3.Adanya lekukan ke dalam/dimping, tarikan dan retraksi pada area mammae.
Dimpling terjadi karena fiksasi tumor pada kulit atau akibat distorsi ligamentum cooper.
Cara pemeriksaan: kulit area mammae dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk tangan pemeriksa l;alu didekatkan untuk menimbulkan dimpling.
4.Edema dengan Peaut d’oramge skin (kulit di atas tumor berkeriput seperti kulit jeruk)
5.Pengelupasan papilla mammae
6.Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting susu serta keluarnya cairan secara spontan kadang disertai darah.
7.ditemukan lesi atau massa pada pemeriksaan mamografi.














PENENTUAN UKURAN TUMOR, PENYEBARAN KE KELENJAR LIMFE DAN TEMPAT LAIN PADA CARCINOMA MAMMAE
TUMOR SIZE (T)
TX
Tidak ada tumor
T0
Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
T1
Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang
T1a diameter 0,5cm atau kurang, tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1b >0,5 cm tapi kurang dari 1 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1c >1 cm tapi < 2 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T2 Tumor dengan diameter antar 2-5cm T2a tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T2b dengan fiksasi T3 Tumor dengan diameter >5 cm
T3a tan pa fiksasi, T3b dengan fiksasi
T4
Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secar langsung ke dalam dinding thorak dan kulit
REGIONAL LIMFE NODES (N)
NX
Kelenjar ketiak tidak teraba
N0
Tidak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
N1
Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
N2
Metastase ke kelenjar ketiak homolateral yang melekat terfiksasi satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya
N3
Metastase ke kelenjar homolateral supraklavikuler atau intraklavikuler terhadap edema lengan
METASTASE JAUH (M)
M0
Tidak ada metastase jauh
M1
Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

STADIUM KLINIS KANKER PAYUDARA
STADIUM
T
N
M
0
T1s
N0
M0
I
T1
N0
M0
IIA
T0
T1
T2
N1
N1
N0
M0
M0
M0
IIB
T2
T3
N1
N2
M0
M0
IIIA
T0
T1
T2
T3
N2
N2
N2
N1, N2
M0
M0
M0
M0
IIIB
T4
Semua T
Semua N
N3
M0
M0
IV
Semua T
Semua N
M1
Pemeriksaan penunjang
1.Laboratorium meliputi:
a.Morfologi sel darah
b.Laju endap darah
c.Tes faal hati
d.Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam serum atau plasma
e.Pemeriksaan sitologik
Pemeriksaan ini memegang peranan penting pada penilaian cairan yang keluar sponyan dari putting payudar, cairan kista atau cairan yang keluar dari ekskoriasi
2.Tes diagnosis lain
a. Non invasif
1). Mamografi
Yaitu radiogram jaringan lunak sebagai pemeriksaan tambahan yang penting. Mamografi dapat mendeteksi massa yang terlalu kecil untuk dapat diraba. Dalam beberapa keadaan dapat memberikan dugaan ada tidaknya sifat keganasan dari massa yang teraba. Mamografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada wanita-wanita yang asimptomatis dan memberikan keterangan untuk menuntun diagnosis suatu kelainan.
2). Radiologi (foto roentgen thorak)
3). USG
Teknik pemeriksaan ini banyak digunakan untuk membedakan antara massa yang solit dengan massa yang kistik. Disamping itu dapat menginterpretasikan hasil mammografi terhadap lokasi massa pada jaringan patudar yang tebal/padat.
4). Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan ini menggunakan bahan kontras/radiopaque melaui intra vena, bahan ini akan diabsorbsi oleh massa kanker dari massa tumor. Kerugian pemeriksaan ini biayanya sangat mahal.
5). Positive Emission Tomografi (PET)
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi ca mamae terutama untuk mengetahui metastase ke sisi lain. Menggunakan bahan radioaktif mengandung molekul glukosa, pemeriksaan ini mahal dan jarang digunakan.
b. Invasif
1). Biopsi
Pemeriksaan ini dengan mengangkat jaringan dari massa payudara untuk pemeriksaan histology untuk memastikan keganasannya. Ada 4 tipe biopsy, 2 tindakan menggunakan jarum dan 2 tindakan menggunakan insisi pemmbedahan.
a). Aspirasi biopsy
Dengan aspirasi jarum halus sifat massa dapat dibedakan antara kistik atau padat, kista akan mengempis jika semua cairan dibuang. Jika hasil mammogram normal dan tidak terjadi kekambuhan pembentukan massa srlama 2-3 minggu, maka tidak diperlukan tindakan lebih lanjut. Jika massa menetap/terbentuk kembali atau jika cairan spinal mengandung darah,maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy pembedahan.
b). Tru-Cut atau Core biopsy
Biopsi dilakukan dengan menggunakan perlengkapan stereotactic biopsy mammografi dan computer untuk memndu jarum pada massa/lesi tersebut. Pemeriksaan ini lebih baik oleh ahli bedah ataupun pasien karena lebih cepat, tidak menimbulkan nyeri yang berlebihan dan biaya tidak mahal.
c). Insisi biopsy
Sebagian massa dibuang
d). Eksisi biopsy
Seluruh massa diangkat
Hasil biopsy dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara frozen section.

Komplikasi
Komplikasi utama dari cancer payudara adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering untuk metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik dan hipercalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan persepsi sensori.

Penatalaksanaan medis
Penanganan secara medis dari pasien dengan kanker mamae ada dua macam yaitu kuratif (dengan pembedahan) dan paliatif (non pembedahan)
Tabel Penanganan Cancer Mammae
Penanganan
Keterangan
Pembedahan (kuratif)
Mastektomi parsial (eksisi tumor local dan penyinaran)








Mastektomi total dengan diseksi aksila rendah
Mastektomi radikal yang dimodifikasi

Mastektomi radikal



Mastektomi radikal yang diperluas

Mulai dari lumpektomi (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena) sampai kuadranektomi (pengangkatan seperempat payudara), pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari kelenjar limfe aksila untuk penentuan stadium; radiasi dosis tinggi mutlak perlu (5000-6000 rad)
Seluruh payudara, semua kelenjar limfe di lateral otot pektoralis minor
Seluruh payudara, semua atau sebagian jaringan aksila
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor di bawahnya, seluruh isi aksila

Sama seperti masektomi radikal ditambah kelenjar limfe mamaria interna
Non Pembedahan (paliatif)
Penyinaran






Kemoterapi



Terapi hormaon dan endokrin


Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut, pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe, aksila, kekambuhan tumor local atau regional setelah mastektomi

Adjuvan sistemik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut

Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, progesterone, anti estrogen, ooforektomi, adrenalektomi, hipofisektomi
Pengobatan paliatf kanker payudara tidak dapat dijalankan menurut suatu skema yang kaku, selalu dipertimabngkan kasus demi kasus. Terapi kemoterap[I diberikan bila ada metastasis visceral terutama ke otak dan limphangitik dan jika terpai hormonal tidak dapat mengatasi atau penyakit tersebut telah berkembang sebelumnya, dan jika tumor tersebut ER negative.
Oleh:dewa putu yudhi andika
04.07.1756