BEST CLASS E/KP/07

BEST CLASS E/KP/07

Senin, 22 Maret 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN FRAKTUR

Nama : I Gusti Putu Eka Sustiarini
Nim :04.07.1757
Kelas :E/KP/VI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN FRAKTUR
A. Konsep Dasar
I. Definisi
Fraktur adalah diskonmtunuitas struktur pada tulang (Sylvia Anderson, 1995 : 261). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Marilynn E. Doenges, 2000 : 761).
Faraktur femur 1/3 distal adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas tulang femur pada bagian ujung.
Sinistra adalah bagian badan tubuh sebelah kiri sedangkan dextra adalah bagian tubuh sebelah kanan.
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

Dari beberapa pengertian diatas, disimpulkan bahwa pengertian fraktur femur 1/3 distal sinistra adalah terputusnya kontinuitas struktur tulnag femur kiri pada 1/3 bagian ujung.

II. Etiologi
Etiologi patah tulang menurut Barbara C. Long adalah
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau ostepororsis.


III. Patofisiologi
Barbara C. Long menguraikan bahwa ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila ditekan atau digerakkan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik.
Sedangkan kerusakan pada system persarafan, akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah yang cidera.
Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh karena trauma atau mecuatnya fragmen tulang yang patah. Apabila kulit robek an luka memiliki hubungan dengan tulang yang patah maka dapat mengakibatkan kontaminasi sehingga resiko infeksi akan sangat besar.
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
IV. Penatalaksanaan
1. Reposisi, mengembalikan allgment dapat dicapai dengan manipulasi tertutup atau operasi terbuka.
2. Immobilisasi, mempertahankan posisi dengan
1. Fiksasi eksterna (gips dan traksi)
2. Fiksasi interna (orif), dengan lempeng logam (plate) dan nail yang melintang pada cavum medularis tulang.
3. Rehabilitasi mengembalikan fungsi normal bagian yang cidera.

V. Komplikasi

1. Deformitas ekstremitas
2. Perbedaan panjang ekstremitas
3. Keganjilan pada sendi
4. Keterbatasan gerak
5. Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa
6. Perburukan sirkulasi
7. Ganggren
8. Kontraksi iskemik volkmann
9. Sindrom kompartemen

VI. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

B. Asuhan Keperawatan Fraktur
I. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, verifikasi / pembuktian dan komunikasi data tentang pasien (Patricia A. Potter). Pengkajian ini meliputi data-data tentang :
a. Informasi Biografikal / biodata
Adalah data factual demografik pasien, meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nama dan alamt anggota keluarga, status perkawinan, agama dan ketaatan pelaksanaannya, pekerjaan, sumber perawatan kesehatan dan tipe asuransi yang dimiliki.
b. Alasan membutuhkan perawatan kesehatan / keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit yang lalu, riwayat keluarga, riwayat lingkungan dan riwayat psikososial.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen = menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
2. Scan tulang = tomogram, scan CT / MRI, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram = dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap = hitung mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh trauma multiple), peningkatan jmlah leukosit adalah respon stress normal setelah trauma.
5. Kreatinin = trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi = perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi mutiple atau cedera hati.
d. Pola-pola Kesehatan Fungsional
Pengkajian komponen ini dnegan menggunakan konsep model Gordon (1991-1992) dikutip oleh Long 1996 meliputi :
1. Persepsi kesehatan – pemeliharanaan kesehatan :
Persepsi kesehatan pasien tentang kesehatan umum dan bagaimana mengatur kesehatan (menurut Klien)
2. Pola Nutrisi
Pola masukan makanan dan cairan, pada pasien paska pembedahan ada kemungkinan dijumpai penurunan masukan karena mual, muntah akibat efek anestesi dan penambahan masukan melalui jalur parenteral.
3. Pola Eliminasi
Pola dan fungsi eksresi (usu, kandung kemih dan kulit), pada bagian paska pembedahan dapat dijumpai penggunaan kateter dan penurunan frekuensi BAB akibat penurunan motilitas usus sebagai efek anestesi.
4. Pola Kognitif dan Persepsi
Keadekuatan alat sensori dan kemampuan fungsional kognitif, penurunan fungsi mungkin dijumpai karena efek anestesi dan kurangnya pemahaman dn pemberian informasi atau sumber-sumber informasi.
5. Pola Kognitif dan Persepsi
Pola latihan, aktivitas, memanfaatkan waktu luang dan rekreasi. Pada pasien paska pembedahan orif femur 1/3 distal sinistra didapatkan data penurunan fungsi ini akibat nyeri luka operasi dan pembatasan aktivitas sebagai terapi imonilisasi.
6. Istirahat dan Tidur
Pola tidur dan periode, relaksasi selama 24 jam dan juga kualitas dan kuantitas serta bantuan tidur.
7. Pola peran dan hubungan
Persepsi pasien tentang peran yang utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan sekarang.


8. Pola Konsep Diri – persepsi diri
Sikap individu mengenai dirinya, persepsi diri mengenai citra tubuh.
9. Pola Koping-penanganan masalah
Pola koping umum dan efektif pada toleransi terhada[ stress sistem pendukung dan kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan mengubah situasi.
10. Pola Seksualitas – reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan pasien dalam hal seksualitas.
11. Pola Nilai dan Keyakinan

II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawaan yang ditegakkan pada pasien fraktur (Marilyn E. Doenges)
a. Nyeri berhubungan dnegan spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, cidera pada jaringan lunak, alat traksi / immobilisasi, stress dan anestessi.
b. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dnegan penurunan / interupsi thrombus.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan degan tak adekuatnya pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringa, terpapar pada lingkungan) prosedur invasive, traksi tulang.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler (nyeri/ketidaknyamanan).
e. Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan kehialngan integritas tulang.
f. Aktual / resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cidera tusuk (Fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen/kawat / sekrup) eprubahan sensasi, perubahan sirkulasi, akumulasi ekskresi / sekret, immobilitas fisik.
III. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, cidera pada jaringan lunak, alat traksi / immobilisasi, stress dan anestesi.
Tujuan : menyatakan nyeri tulang
Kriteria hasil : menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas dnegan tepat dan emnunjukkan penggunaan ketrampilan. Relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi :
1. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi.
2. Dukung an tinggikan ekstremitas yang terkena.
3. Evaluasi keluhan nyeri
4. Dorong menggunakan teknik menejemen stress contoh : Relaksasi progresif, latihan nafas dalam.
5. Berikan obat sebelum perawatan aktivits.
b. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan / interupsi aliran drah, cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.
Tujuan : memeprtahankan perfusi jaringan
Kriteria hasil : perfusi jaringan dapat dieprtahankan, dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit kering / hangat, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil dan keluaran urine adekuat untuk situasi.
Intervensi :
1. Lakukan pengajian neuromuskuler
2. Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali indikasi.
3. Kaji keseluruhan panjang eekstremitas yang cedera untuk pembengkakan / pembentukan edema.
4. SElidiki tanda eskemia ekstremitas tiba-tiba.
5. Dorong pasien untuk latihan jari /sendi distal cedera secara rutin.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer (keruskan kulit, trauma, jaringa, terpapar pada lingkungan / prosedur invasif, traksi tulang.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria hasil : bebas drainase parulen atau eritem dan demam.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
2. Instruksikan pasien untuk tidak menyentuh isis insersi.
3. Kaji tonus otot, refleks endon dalam dan kemampuan berbicara.
4. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal / eritema keekstremitas cedera.
5. Awasi pemeriksaan laboratorium : hitung darah lengkap, LED, kultur dan sensivitas luka /seram / tulang.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengahn kerusakan neuromuskler ( nyeri / ketidaknyamanan, terapi restriktif / immonilsasi tungkai).
Tujuan : meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin.
Kriteria hasil : memprtahankan posisi fungsional, meningkatnya kekuatan / fungsi yang sakit dan menunjukkan teknis yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan cedera / pengobatan.
2. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik / rekreasi.
3. Tinggikan eketremitas yang sakit.
4. Jelaskan pantangan dan keterbatasan dalam aktivitas.
5. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan.



e. Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan kehilangan integritas tulang.
Tujuan : memeprtahankan stabilitas dan posisi fraktur.
Kriteria hasil : menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilisasi pada sisi fraktur dan menunjukkan pembentukan kalus / mulai penyatuan fraktur dengan tepat.
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring . ekstremitas sesuai indikasi.
2. Letakkan papan dibawah tempat tidur.
3. Sokong fraktur dengan bantal.
4. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema.
5. Kaji ulang foto Rontgen.
f. Aktual / resiko tinggi terhadap kerusakan integrutas kulit / jaringan berhubungan dengan cedera tusuk (fraktur terbuka, bedah perbaikan, permasalahan, pemasangan traksi pen / kawat / sekrup) perubahan sensasi, perubahan sirkulasi, akumulasi ekskresi, immobilisasi fisik.
Tujuan : ketidaknyamanan hilang
Kriteria hasil : menyatakan ketidaknyamanan hilang menunjukkan perilaku / teknik untuk mencegah keruakan kulit / memudahkan penyembuhan luka dan mencapai penyembuhan luka sesuai waktu / penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi :
1. Masae kulit dan penonjolan tulang.
2. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
3. Ubah posisi dengan sering.




Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan keperawatan yang ada dan perencanaan keperawatan yang telah disusun dnegan melibatkan tim keehatan yang lain serta pasien dan keluarga.
Evaluasi Keperawatan
Menurut Patricia A. Potter bahwa Evaluasi keperwatan dilakukan setelah implementasi diterapkan dan mengacu pada kriteria hasil yang telah disusun sebagai tolak ukur keberhasilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar